Tuesday, July 26, 2011

Ngarai Asa Green Canyon

Green Canyon terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis, berjarak 31 km dari Pangandaran. Nama Green Canyon dipopulerkan oleh seorang wisatawan Perancis yang pernah berkunjung ke sana, dikarenakan sungai yang diapit oleh tebing-tebing tinggi , airnya berwarna hijau zamrud. Penduduk sekitar mengenal daerah tersebut dengan nama Cukang Taneuh yang artinya jembatan tanah karena terdapat jembatan yang lebar dan panjang menghubungkan antara Desa Kertayasa dengan Desa Batu Karas. Perjalanan dari Jakarta hingga ke Batu Karas dengan mobil pribadi ditempuh selama 5-6 jam, namun yang kami alami adalah 11 jam dikarenakan kemacetan.

Saya dan beberapa teman berkunjung ke sana di saat yang kurang tepat, karena bertepatan dengan long weekend di bulan Juli 2009. Reservasi di Penginapan Teratai yang dilakukan jauh-jauh hari ternyata tetap mengecewakan, karena sesampainya di sana, malam hari, kamar yang sudah kami pesan diberikan kepada pemilik penginapan yang sedang berkunjung ke sana, padahal selama perjalanan kami selalu berhubungan dengan contact person penginapan tersebut. Alhasil dengan tenaga yang tersisa, kami mencari penginapan yang masih tersedia. Namun sayangnya, itu sangat sulit, karena seluruh penginapan penuh. Kami mencari apapun tempat yang bisa digunakan untuk bermalam, dari hotel berbintang di Pangandaran hingga mesjid. Tapi hasilnya nihil. Bahkan mesjidpun tidak bisa dimasuki karena dikunci pada malam hari.

Untungnya, menjelang tengah malam, ketika kami sampai di penginapan The Reef di Batu Karas, secara kebetulan ada satu pengunjung yang akan keluar malam itu. Akhirnya kami menunggu beberapa jam untuk bisa masuk kamar. Kamarnya sederhana, hanya terdiri dari 1 spring bed king size, kipas angin, dan kamar mandi tak berpintu. Udara malam hari di sana ternyata lumayan dingin. Meskipun satu kasur sudah berlima dan tidak ada AC, tak disangka, kami masih kedinginan juga.

Esok subuh, dengan badan kaku (akibat tidur berdempetan dan kedinginan), kami bergegas berangkat ke Green Canyon. Loket pembelian tiket masuk ke Green Canyon dibuka pukul 7 pagi, tapi untuk menghindari keramaian, kami berusaha sampai sana sepagi mungkin. Tiket yang dibeli adalah untuk sewa satu perahu dan tiket masuk perorangan, dengan fasilitas seorang pemandu dan life jacket. Untuk mencapai lokasi canyon, kita menyusuri sungai Cijulang dengan perahu yang disebut ketinting berkapasitas 5 penumpang. Jarak dari dermaga ke lokasi canyon sekitar kurang dari 10 menit. Sepanjang perjalan, kami disuguhi pemandangan yang indah. Air sungai yang berwarna hijau zamrud, kanan kiri terdapat tebing tinggi yang ditumbuhi pepohonan, serta udara yang sangat sejuk.


Akhirnya, tibalah kami di tempat yang menyempit, hingga perahu tidak dapat lagi melewatinya, kami turun dari perahu dan bertengger di bebatuan. Dikarenakan banyaknya pengunjung, kami harus menunggu giliran untuk memasuki kawasan menyerupai gua tempat kami berenang-renang, inilah yang disebut sebagai Green Canyon. Sungai yang mengalir di batasi tebing-tebing tinggi yang mengungkung tempat tersebut menyerupai gua, di penghujungnya terdapat air terjun.


Untuk menyusuri sungai berwarna zamrud tersebut, kami berenang dan terkadang harus memanjat tebingnya.


Di sana juga terdapat spot tebing menjulang setinggi kurang lebih 3 meter untuk tempat loncat. Sungguh indah tempat ini, apalagi ketika kita sambil mengapung melihat pemandangan ke atas , rasanya segala penat telupakan. Tips untuk mengunjungi Green Canyon, datanglah di saat bukan musim hujan, karena saat musim hujan, air sungai tidak berwarna hijau, melainkan coklat dan aliran sungai menjadi deras, cenderung bahaya untuk direnangi.

Setelah menghabiskan waktu selama 2-3 jam, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan untuk beristirahat. Ketika kami kembali ke dermaga, kawasan tersebut sudah penuh, lapangan parkir mobil yang tadi pagi masih lengang, saat itu sudah penuh sesak. Jadi, sangat direkomendasikan untuk datang ke Green Canyon sepagi mungkin untuk menghindari keramaian.

Kami makan siang di salah satu tempat makan di Batu Karas yakni Kang Ayi. Tempat ini direkomendasikan oleh seorang teman, katanya terkenal dengan pancake pisangnya. Di sana kami juga memesan seafood yang patut untuk dicoba.

Setelah makan siang, kami bertolak ke Pangandaran untuk mencari penginapan di sana. Lagi-lagi seluruh penginapan penuh, akhirnya kami mendapat sebuah kamar sederhana di suatu penginapan yang menyerupai tempat kos. Di depan penginapan, malam hari, terdapat tenda yang menjual sate ayam kampung yang tak disangka-sangka rasanya enak sekali.

Sore harinya, kami mengunjungi cagar alam di ujung pantai Pangandaran, berbentuk pulau. Kawasan ini bisa dicapai dengan perahu hanya berjarak kurang dari 5 menit, ataupun jalan darat. Kami membayar tiket masuk dan diantar berkeliling oleh seorang pemandu.

Di kawasan ini, terdapat goa Jepang yang konon beberapa kali sering dijadikan lokasi syuting adu nyali. Selain itu, terdapat goa alami dengan stalagtit dan stalagmit yang banyak menyerupai berbagai bentuk, seperti nenek lampir, alat kelamin pria dan wanita, dan banyak lagi.

Ada pula beberapa makam keramat yang dipercaya adalah makam keturunan Wali Songo. Sepanjang menyusuri kawasan cagar alam tersebut, kami melihat beberapa hewan liar seperti rusa, kera berlalu lalang dan bersembunyi dari pengunjung.

Malam harinya, kembali kami tidur berdesakan karena tempat tidur yang tersedia hanyalah 2 buah tempat tidur kayu single size. Meskipun banyak pengalaman tidak menyenangkan selama perjalanan, namun tetap tidak mengurangi esensi kenikmatan perjalanan kami.

0 comments:

Post a Comment